Jadi "PR Swasta"

Ketika aku sedang menjalani Masa Persiapan Pensiun (MPP) aku mulai belajar untuk membuat Blog, maklum dengan waktu luang yang banyak dan keinginan untuk belajar untuk hal-hal yang baru masih sangat besar bahkan sampai dengan saat ini. Beberapa Blog sudah aku buat dan beberapa teman yang masih aktif bekerja mengetahui hal ini.

Dengan pengalamanku ini, ada seorang rekan meminta ku untuk membuat sebuah Blog yang bisa digunakan untuk menjembatani antara perusahaan dengan pelanggannya dan bisa juga menjadi media edukasi untuk produk-produk dari perusahaan. Berhubung rekanku saat itu mau melaksanakan Ibadah Haji maka berbekal dengan kemampuan dan pengetahuan yang ada aku membuat Blog dengan nama : ConVAS South Jakarta.

Untuk kesempurnaan konten dari Blog ini aku banyak berkonsultasi dan berdiskusi dengan seseorang rekan kerja yang juga mantan GM ku ketika masih aktif dulu dan juga seorang Rektor dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di kota SMG yang kebetulan juga sebagai kakak misanku. Dan hasilnya, pelan tapi pasti, ternyata Blog ini menjadi terkenal dan dikenal oleh banyak orang termasuk para Blogger dari almamaterku. Banyak Blogger dari almamaterku terkecoh karena dikira sebagai yang membuat Blog, aku masih aktif sebagai karyawan ternyata setelah tahu kalau aku sudah pensiun mereka terkejut sendiri.

Aku menjadi sangat bangga ketika banyak Blogger-Blogger dari almamaterku di seluruh Indonesia minta untuk bisa di link ke ConVAS South Jakarta termasuk banyaknya teman Blogger lain baik dari Dalam Negeri dan Luar Negeri yang bertukar link sehingga pelan tapi pasti juga menambah banyak teman yang dikenal walau hanya melalui dunia maya. Bahkan ada beberapa Blogger di Luar Negeri yang bekerja sebagai TKI menjadikan ConVAS South Jakarta sebagai sumber informasi yang bisa dipercaya.

Namun dibalik Kebanggaan itu, berbalik menjadi suatu "IRONI" ketika aku mulai kesulitan untuk mendapatkan informasi yang terbaru, sehingga aku tidak bisa melanjutkan menulis. Maklum sebagai seorang Pensiunan aku harus mencari sendiri artikel-artikel yang up to date dan bisa dimuat di ConVAS South Jakarta. Padahal tanpa "mereka-mereka" sadari bahwa aku membawa Bendera KDJS dalam mengelola ConVAS South Jakarta ini, sehingga nama KDJS menjadi semakin banyak dikenal oleh masyarakat minimal para Blogger. Sehingga ketika aku menyerahkan pengelolaan Blog ini kepada rekan-rekan KDJS yang masih aktif untuk dilanjutkan akhirnya malah jadi terbengkalai dan stagnan sampai dengan saat ini.


Selengkapnya...

"Dikerjain" Operator Morse

Ketika aku mulai bekerja pada tahun 1974, pengiriman dan penerimaan berita dengan menggunakan Morse masih digunakan khususnya untuk berkomunikasi antara Palembang ke/dari Pangkal Pinang (Bangka), Tanjung Pandan (Belitung) & Kuala Tungkal (Jambi). Media transmisi yang digunakan saat itu menggunakan HF (High Frequency) sehingga bila ada masalah transmisi harus berkoordinasi dengan Stasiun Radio Pengirim atau Penerima yang lokasinya juga berlainan.

Nah, sebagai karyawan baru saat itu aku pernah "dikerjain" oleh seorang operator morse yang memang "jago" dalam mengirim atau menerima berita menggunakan morse. Saat itu aku bertugas "Dinas Siang" dan si operator rupanya tahu itu dan dia menghubungi aku via Telepon melaporkan bahwa alat "ketokan" morse yang dia gunakan tidak bisa digunakan untuk mengirim morse.

Sebagai petugas teknik dan sesuai dengan prosedur kerja, aku mulai menyusuri sirkit yang digunakan untuk mengirim morse. Aku menggunakan AVO meter untuk memeriksa semua titik-titik ukur sampai dengan terminal yang menuju kearah Stasiun Radio Pemancar. Selidik punya selidik, akhirnya diketahui bahwa Relay mekanik yang digunakan untuk memutus arus tidak bekerja dengan baik. Setelah aku selidiki lebih jauh ternyata "kontak relay" tersebut lengket karena " di lem" sehingga tidak bisa berfungsi seperti seharusnya. Setelah aku bersihkan secara hati-hati relay tersebut, akhirnya perangkat bisa normal kembali. Anehnya, pada saat aku menelusuri gangguan tersebut, si operator yang melaporkan adanya gangguan "menghilang" alias tidak ada ditempat.

Keesokan harinya aku laporkan kejadian ini kepada Kepala Seksi-ku, dan langsung beliau memanggil si operator dan menegur agar tidak mengulang kejadian tersebut. Ternyata dampak dari keisengan si operator terhadap-ku, pengiriman & penerimaan berita menjadi terlambat karena rupanya setelah perangkat normal si operator tidak melanjutkan tugasnya untuk mengirimkan dan menerima berita. Dengan sedikit "ancaman" akan melaporkan kepada yang berwajib dari Kepala Seksi ku bila terjadi lagi hal yang sama kepada "sang operator" karena yang dia lakukan "sadar atau tidak sadar" sudah merupakan tindakan "sabotase" selanjutnya si operator tidak berani lagi melakukan hal tersebut. Selanjutnya pengiriman & penerimaan berita menggunakan morse masih dipergunakan sampai dengan tahun 1976 dan setelah Satelit Palapa diluncurkan, komunikasi menggunakan morse dihentikan dan digantikan dengan Telex yang menggunakan media transmisi melalui SKSD Palapa.

Selengkapnya...

Tidur Sambil Berdiri di Bis Kota

Sejak aku pertama kali ditugaskan di Jakarta pada medio tahun 1985 sampai dengan medio tahun 2000, alat transportasi yang aku gunakan untuk ke Kantor dan pulang ke Rumah adalah Bis Kota. Sekian lama menggunakan Bis Kota meninggalkan berbagai macam kenangan, dari "dijailin" orang atau "menjailin" orang, melihat para pencopet beraksi bahkan aku pernah duduk disamping "Jegger" nya pencopet sehingga aku bisa melihat para pencopet yang "menyetorkan" hasil jarahannya sampai dengan tidur sambil berdiri di bis kota.

Awalnya, aku tidak sengaja tertidur sambil berdiri di bis kota karena kelelahan. Tetapi lama kelamaan aku mulai menikmati tidur sambil berdiri bahkan tanpa berpegangan pada besi yang disediakan di bis kota untuk penumpang yang berdiri. Tapi ada syaratnya untuk bisa tidur sambil berdiri tanpa berpegangan pada alat apapun, yaitu bis kota harus penuh sesak sehingga untuk bergerakpun kita sulit. Nah, kalau naik bis kota dengan kondisi seperti ini, sambil mendekap tas kerjaku, aku mulai memejamkan mata. Bila bis kota mengerem atau mempercepat jalannya, umumnya kita akan bergerak kedepan atau kebelakang, aku mengikuti saja gerakan itu tanpa takut terjatuh karena "tertahan" oleh penumpang lain (saking penuhnya).

Memang tidur dengan cara seperti ini tidak bisa lama, sebab penumpang kadang berkurang karena ada yang turun pada pemberhentian/halte berikutnya, tetapi "tidur nyenyak" selama beberapa menit sudah cukup untuk mengurangi atau menghilangkan rasa ngantuk dan rasa lelah.

Selengkapnya...

Menjadi Kepala Suku

Ketika tahun 1995 aku pindah rumah dan tinggal di BSD Area, Tangerang awalnya berangkat ke kantor dan pulang kerumah aku tetap menggunakan transportasi Bis Kota. Saat itu aku masih berugas di KDTJP dan lokasi kantor ku ada di Merdeka Selatan atau lebih dikenal dengan sebutan Gambir-1 atau Gambir saja.

Kemudian ada rekan kerjaku yang tahu kalau aku sudah pindah ke BSD, dia mengajak aku mencoba pulang dengan menggunakan Kereta Api. Nah, dari sinilah bermulanya aku menjadi "Kepala Suku". Walaupun tidak setiap hari aku bisa pulang tepat waktu , aku mulai menggunakan transportasi Kereta Api dari Stasiun Tanah Abang menuju Stasiun Serpong untuk pulang ke rumah. Rupanya sebagai "pendatang baru" penumpang Kereta Api (KRD = Kereta Rel Diesel) Tanah Abang - Serpong, diantara rekan-rekan lain dari KDTJP aku yang paling "senior" baik dari sisi usia mau jabatan. Saat itu aku masih sebagai Kasubdin Transmisi di KDTJP, sedangkan rekan-rekan lain ada yang dari unit kerja Catu Daya, Telegrap, Telepon Umum, Sentral dan juga Ibu-Ibu para operator dari Unit Kerja Penerangan Lokal (108) dan Telepon Antar daerah (100).

Awalnya aku hanya bergabung dengan rekan yang aku kenal, tetapi lama kelamaan kami berkumpul dalam satu kelompok "Geng Kereta Api" dari KDTJP dan karena aku yang paling senior, rekan-rekanku menyebut aku dengan sebutan "Kepala Suku". Sepanjang perjalanan, grup kami selalu paling ramai ber "ha-ha hi-hi", sehingga pelan-pelan "anggota geng" bertambah ada yang dari Pertamina, Bank BDN dan Pegawai Swasta lainnya. Kami semua cukup akrab satu dengan lainnya, walaupun kemudian geng ini bubar karena adanya mutasi dan sebagainya. Saat aku kemudian bertugas di KDTJS aku bertemu kembali dengan 2 orang mantan anggota "Geng Kereta Api" dulu, dan bila ada waktu luang dan kesempatan kami selalu ber "ha-ha hi-hi" lagi mengenang masa-masa lalu.
Selengkapnya...