Lebaran di Perantauan

Setiap hari lebaran, sudah menjadi tradisi dimana mana untuk bersalam-salaman dan bermaaf-maafan. Dari dulu sampai sekarang tradisi itu masih terus berjalan. Tapi yang ingin aku ceritakan disini bukan kondisi saat ini tetapi ketika aku masih bertugas di Palembang, tepatnya di Kandatex Palembang (Kandatex = Kantor Daerah Telegrap & Telex) sekian puluh tahun yang lalu. 

Saat itu aku masih sebagai pelaksana dan sering sekali setiap lebaran aku tidak mengambil cuti untuk mudik tetapi memilih untuk tetap bisa bertugas walaupun konsekwensinya harus selalu siaga karena kondisi ketika itu Sentral Telex nya masih system sentral analog yang attended (harus dijaga langsung) dan belum ada Posko Lebaran seperti sekarang. Bila Lebaran tiba, dan kemudian masuk bertugas lagi (saat itu libur lebaran ya hanya dua hari sesuai dengan tanggal di kalender yang merah, belum ada istilah cuti bersama atau harpitnas) seperti biasa kita semua saling bersalaman keliling di kantor yang kecil sehingga karyawannya juga sedikit, dari teman-teman sesama petugas teknik lalu bersalaman dengan teman-teman para operator telex, lalu ke bagian Tata Usaha dan biasanya terakhir ke bagian pengantaran telegram (Caraka Telegram).

Nah keunikan di Palembang saat itu, secara bergantian ada beberapa karyawan yang selalu mengundang kita untuk datang kerumahnya dan mempersilahkan untuk menikmati makan siang sekaligus menu lebaran di rumahnya. Biasanya setelah selesai jam dinas, saat itu jam dinas masih dari jam 07.00 sampai jam 14.00, dengan menggunakan kendaraan dinas yang ada biasanya kita mengunjungi rumah yang mengundang secara bergantian. Kalau kebetulan saat itu kena tugas dinas siang atau dinas malam biasanya nggak pernah bisa ikut apalagi dengan jumlah karyawan yang terbatas tidak bisa "tukar" dinas. (Waktu itu aku masih kena dinas shift, pagi, siang dan malam). Buat aku yang berasal dari tanah Jawa, acara ini menarik sekali karena cara menikmati makanannya unik sekali, rame2 duduk dibawah beralaskan tikar mengelilingi makanan yang disajikan. Biasanya salah satu dari kita yang dianggap paling "dituakan" yang membagikan makanan yang ada walaupun yang bersangkutan belum tentu sebagai tuan rumahnya. 

Di awal aku ikutan acara ini sempat "shock" dengan tata cara dalam membagikan makanan khususnya menu yang ada karena yang "dituakan" membagikan makanannya menggunakan kedua tangannya dan beberapa kali aku kebagian makanan yang diberikan dengan tangan kirinya. Maklum, aku biasanya menggunakan tangan kiri untuk sesuatu yang khusus, nah ketika kemudian harus menerima makanan yang diberikan menggunakan tangan kiri orang lain ya jadinya agak "janggal" saja untuk memakannya. Tapi seiring dengan perjalanan waktu akhirnya aku menjadi biasa biasa saja menghadapi hal tersebut bahkan akhirnya ikut-ikutan bersendawa sekeras-kerasnya dan bersahut-sahutan kalau makan sampai kekenyangan yang rupanya suatu hal yang lumrah bersendawa dengan keras di Palembang yang kontradiksi dengan kondisi di rumah orangtuaku yang sempat memarahiku ketika aku bersendawa tanpa sengaja di rumah karena dianggap tidak sopan. Demikian sekilas cerita suasana Lebaran saat aku bertugas di Kota Palembang sekian puluh tahun yang silam. 
Selengkapnya...